Sabtu, 02 Juni 2012

Tokoh Indonesia dari Jawa Barat (Update)

Tulisan dibawah ini semua adalah Hak Cipta dan tanggung jawab A. Tajul Arifin ST, Garut, kritikan dan saran yang membangun saya buka lebar-lebar dan semoga  naskah ini bermanfaat...amiin (Jakarta 03 Oktober 2007)
Bab VI. Sejarah Syaikhuna Badruzzaman
(Al-Falah Biru)
1. Sejarah Singkat Syaikhuna Badruzzaman (1898-1974 M)
Sebelum lebih lanjut tentang siapa beliau maka penulis dapat simpulkan sebagai berikut :
    1. Beliau sebagai Ulama dan tokoh Islam Indonesia
    2. Beliau sebagai Wali (red.)
    3. Beliau sebagai Pejuang dan Tokoh Pejuang Indonesia
    4. Beliau sebagai Negarawan yang Intelektual
    5. Beliau adalah Bangsawan  
    6. Beliau mempunyai masa/pengikut yang setia sampai saat ini (2007) sehingga
    7. Beliau mempunyai sejarah yang tidak mudah untuk dihapus atau terhapus.

Syaikhuna Badruzaman (KH. R. Muhammad Badruzzaman) adalah guru besar Thoriqot Tijaniyah (red.) di Kabupaten Garut dan Jawa Barat, beliaupun sebagai sesepuh Pasukan Hizbulloh Fisabilillah (red.) dalam menentang dan memerangi penjajahan Jepang dan Belanda. Beliaupun sebagai ulama dan waliyulloh yang tinggi pangkatnya disisi Alloh SWT dengan karomah luar biasa yang sudah dimaklumi oleh para muridnya serta mempunyai kharisma yang disegani baik dikalangan Islam (termasuk Saudi Arabia) maupun tingkat Nasional pada jaman pemerintahan Presiden Soekarno.

Pada masa mudanya beliau terkenal sebagai ulama kecil (10 tahunan) yang piawai dan akhli dalam memecahkan masalah yang pelik-pelik atau mustahil khususnya dalam bidang masalah agama baik di daerah Garut, Jawa Barat, Indonesia, Arab Saudi sehingga guru besar di Mekah-pun (Arab Saudi) mengaguminya atas kecerdasannya yang bisa mengalahkan ulama-ulama dari beberapa penjuru dunia yang berada disana. Dalam memecahkan suatu permasalahan beliau cukup hanya dalam waktu satu jam dua jam sedangkan oleh ulama-ulama yang lain satu bulan dua bulan-pun masih belum bisa dipecahkan sehingga beliaulah yang diundang terakhir kali untuk diserahi permasalahan yang ada walaupun dalam usia masih muda sekali sehingga banyak yang senang dan juga yang iri walaupun dari kalangan para ulama.

Cerita-cerita yang mewarnai kehebatan beliau cukup banyak dan bervariasi baik dari segi ke-ilmuan agama, ke-saktian (istilah dunia persilatan), taktik atau strategi peperangan, ke-Tijanian serta karomah-karomah (keanehan-keanehan) dalam bidang kewalian selama hidupnya untuk kemaslahatan agama, bangsa dan negara, sehingga beliau selalu selamat dalam setiap ancaman dari musuh walaupun sedang tidur, oleh karena itu ada beberapa peneliti yang menuangkannya dalam bentuk tulisan baik dalam karya ilmiah, buku, tugas akhir skripsi, thesis dll, seperti dari IAIN Sunan Gunung Djati Bandung dan Universitas Padjadjaran (UNPAD).

Beliau juga sangat berjasa dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari penjajahan Belanda maupun Jepang yang ingin menguasai negara Indonesia, dengan membentuk pasukan Hizbulloh Fisabilillah beliau membantu bersama pemerintahan Soekarno untuk mengusir para penjajah dengan mengorbankan harta, jiwa dan raga yang rela berpindah-pindah tempat mulai dari daerah Garut, Bandung, Tasik (Jawa Barat), Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra dan Saudi Arabia untuk memperjuangkan kemerdekaan rakyat Indonesia yang terjajah tanpa lelah dan berhenti, kendatipun pada waktu itu beliau sangat berkecukupan baik dengan harta ataupun pengaruh kebesaran ilmunya, sehingga beliau patut diberi julukan sebagai Pahlawan Nasional tanpa tanda jasa dan pamrih.

Beliau juga sebagai ahli dalam masalah agama baik mengenai rutinitas peribadatan maupun dibidang kemasyarakatan termasuk ketatanegaraan, bahkan beliau berpendapat negara  Indonesia tidak bisa dijadikan Negara Islam dengan alasan negri Indonesia bukan Baitul Maal (red.) dan dengan disertai hadits-hadits yang diungkapkanya, sehingga Presiden Soekarno-pun berkata "Terima kasih KH. Badruzzaman".

Beliau sempat bergabug dengan perjuangan Karto Suwiryo pimpinan DI/TII di Gunung dan diangkat sebagai Hakim Agung DI/TII tetapi beliau berpisah kembali karena prinsipnya tidak sependapat dan dianggap menyimpang dari aturan agama Islam atas tindakan (seperti membunuh dan merampok dll) yang dilakukan oleh gerombolan Karto Suwiryo, yang latar belakangnya akhli bidang politik dan bukan akhli dalam bidang agama, karena kalah dan disalahkan dalam berdebat tentang konsep bentuk negara maka Karto Suwiryo berusaha untuk membunuh Syaikhuna Badruzzaman, sehingga beliau dijaga oleh para muridnya dari ancaman gerombolan DI/TII yang kemudian berangkat ke Arab Saudi.

Atas kebesaran ilmunya beliau Syaikhuna Badruzzaman tidak hanya dipercaya dalam permasalahan agama, beliaupun di percaya oleh para tokoh ulama dan nasionalis, yang diangkat atau dipilih untuk melantik Presiden RI pertama (Ir. Soekarno) yang disumpahnya dengan Al-Qur'an tahun 1950 di Istana Negara Jakarta. Adapun yang dipilih untuk melantik presiden saat itu adalah Syaikhuna Badruzzaman dari Garut dan Syaikhuna Ustman Dhomiri dari Bandung-Cimahi yang keduanya adalah pimpinan Thoriqot-Tijaniyyah. Salah satu murid Syaikhuna Badruzzaman dikalangan pemerintah adalah Muhammad Natsir (Tokoh Masyumi sebagai Perdana Mentri RI pertama 1950-1951), KH Isa Anshory, Jaya Rahmat pimpinan Masyumi daerah Jawa Barat dan lainnya termasuk para jendral yang belajar tata cara shalat.
 
Beliau adalah ulama yang waro (hati-hati tidak gegabah), bijaksana, patut di teladani, tidak cinta dunia, sabar sehingga tercermin dari penolakannya terhadap tawaran Presiden Soekarno untuk menjadi pejabat di pemerintahan yang waktu itu ditawari sebagai Perdana Mentri atau Hakim Agung atau Mentri Agama dan akhirnya diberikan kepada yang lainnya, dan beliaupun menasehati kepada anak-anaknya jangan berambisi untuk jadi pemimpin ("ulah hayang jadi pemimpin", sunda).


          Dibawah ini akan penulis ungkapkan salah satu dari sekian banyak kisah-kisah yang nyata dan otentik pada masa hidup Saikhuna Badruzzaman Garut, semoga kita bisa mengambil hikmahnya Amiin.

3. Karomah Syaikhuna Badruzzaman di kepung Belanda dan Selamat
          Beliau Selamat dari kepungan dan kejaran Belanda yang bersenjatakan lengkap brand, stend, karaben, alat teropong dll, yang menjadi luar biasa adalah mereka berhenti pada jarak 250 meter dan berputar disekitar itu, padahal rumah tempat yang ditujunya sudah pasti yang diberi tahu lebih dulu oleh mata-mata Belanda, karena musuh beliau selalu disertai oleh mata-mata yang mana orang indonesia itu sendiri yang menukar kemerdekaan bersama demi sepeser uang dari penjajah, atas karomah (Kehebatan, red.) beliau tidak satupun peluru yang di tembakan dan korbanpun tidak ada Alhamduillah. Adapun lengkapnya ceritanya adalah seperti yang dituturkan oleh Akeh Bapak H. Idi (93 tahun di tahun 2007) sebagai murid beliau sbb:

Pada suatu ketika Syaikhuna Badruzzaman  pernah dikepung atau dioyod tentara Belanda di kp. Nunggal yang sedang berada di rumah pengungsian yaitu rumahnya orang tua Akeh tetapi mereka tidak sempat masuk ke kampung tersebut sedangkan mereka bermaksud menyerang kp. Nunggal untuk mencari dan menangkap beliau dan setidak-tidaknya pasti ada mata-mata Belanda yang memberi tahunya. Anehnya mereka seolah-olah terpagari oleh sesuatu (red.) sehingga berhentilah sampai di kp. Cimencek tidak satupun yang masuk dan memeriksa ke kampung itu padahal Jarak antara kp. Cimencek dan kp. Nunggal sekitar 250 meter cukup dekat dan keadaan pada waktu itu tidak ada benda-benda yang menghalangi antara dua tempat tersebut yang hanya diselangi dengan beberapa kotak sawah, bahkan komplotan dan peralatan persenjataan mereka terlihat dengan jelas dari kp. Nunggal, mereka datang lebih dari satu pleton atau sekitar 60-an tentara.

Pada jaman penjajahan Belanda jika suatu kampung di datangi oleh tentara pasukan Belanda maka penduduk kampung tersebut sangatlah ketakutan karena sifat dan karakternya sebagai "penjajah, penipu, pembujuk dan penindas" sehingga mereka tidak punya rasa iba atau kasihan dan tidak segan-segannya melukai penduduk yang mereka anggap membahayakan lebih-lebih yang melawan dan menentangnya secara terang-terangan, mereka akan cari dan mencari hingga orang itu ditangkap atau dibunuh dengan timah panas (peluru), disetrum tegangan listrik, digantung dll seperti kisah penyerangan Belanda ke Al-Falah Biru, orang lari ketakutan langsung di dor...!, orang yang sedang mencangkul di sawah lari  ditembak pula kendatipun tidak bersenjata itulah salah satu kekejaman penjajah Belanda.  

"Belanda ngoyod kadieu nyandak senjata berat nu kalintang kumplitna bade nyerang kp. Nunggal, da di keker heula  "ah masarakat jelata !", "Bagus", dibaguskeun wee aman meureun ceuk manehanana teh".

Mereka membawa peralatan senjata yang lengkap sekali seperti Brand, Stend, Karaben (senjata berat bila di tembakan suaranya menggelegar otomatis dereded.... dereded.... satu hower peluru dalam satu kali selahan, mengerikan!), laras panjang, dan senjata pelengkap lainnya pistol, teropong jarak jauh dll yang berjejer dibariskan bersama tentara yang bertubuh tinggi besar dan gagah mereka berkumpul dan mondar-mandir di lokasi kp. Cimencek yang membuat hati kecil menggetar dan miris bila melihatnya, oleh sebab itu wajarlah bila penduduk kampung-pun merasa ketakutan atas kedatangannya yang khawatir menjadi korban kejahatan penjajah Belanda.  Mula-mula mereka memperhatikan lokasi disekitar untuk mencari tahu keberadaan Syaikhuna Badruzzaman , setelah itu mereka meneropong kp. Nunggal dari halaman mang Omon dekat Pesantren Al-Hikmah Cimencek, yang mungkin mereka sudah mendapatkan informasi dari mata-mata yang biasa memata-matai keberadaan Syaikhuna Badruzzaman .

"Upami ninggal dohir mah pasti diseganan tur dipikasieun ku-jalmi, tapi ari ku batin mah ku Syaikhuna Badruzzaman  henteuuu diseganan sanaos ku brand, mortir, kanon  atanapi naon-naon oge.  Tah waktos riwayat  Belanda ngintai ka Cidadali  Legok Pulus, datang pesawat hebat, anu ngageumpeurkeun sadayana, ngan ngajerit taqorub ka Alloh sadayana, sahingga kantos aya hiji pesawat tempur anu hancur, ngurawed kana tangkal kai, "borolo.. ancur wee didinya sagala rupana, pesawat tempur wee.. bangsa yaher tea". Dongkapna kapal subuh-subuh aya dua tiluna sahingga sadayana geumpeur ku eta gaungan pesawat  "Marukan teh kitu tah Ceng !" (Kalau secara kasat mata segan/takut melihatnya, tetapi Syaikhuna Badruzzaman  tidak merasa segan oleh senjata, pernah ada  pesawat tempur yang jatuh menimpa pohon dan hancur waktu membom Cikurantung Lebak Bulus semuanya gentar akan tetapi menjerit dan mendekatkan diri pada Alloh), tutur Akeh.

Bersamaan dengan itu Akeh pun berinisiatif untuk mengumpulkan dan menyadarkan penduduk setempat untuk bersama-sama berjuang li-i'la kalimatillah (mempertahankan agama Alloh) dari mulai kakek-kakek, nenek-nenek, orang tua dan anak-anak semua dimohon untuk keluar dari rumahnya, Akeh meminta mereka untuk bersungguh-sungguh dan sengaja dibariskan di jalan setapak pinggir kampung untuk diperlihatkan kepada tentara Belanda.  "Baguss, aman !"  itulah yang terdengar dari mulutnya, mereka menganggap tidak ada Syaikhuna Badruzzaman  hanya terlihat masyarakat biasa, rakyat jelata, orang buta huruf yang tidak mencurigakan terhadapnya.

"Ari maksadna mah bade kaditu... (Kp. Nunggal), da sahanteuna aaaya mata mata mah, Eyang (Syaikhuna Badruzzaman ) sakulawarga aya di bumi Akeh di Kp. Nunggal, uhhh Brend naragog Stend  didieu teh di jajarkeun, heeuh mempeng wee kaditu, teu aya aling-aling tidieu ka kampung Nunggal teh ngan kahalangan kusabaraha kotak sawetaneun pasantren saparapat kilometer (250 meter). Ari Belanda tidieu (kp. Cimencek), maksadna mah bade ngaleeepas kaditu, ngan syareatna di pager wee ku Eyang ku du'a, jeung Akeh ngayakeun inisiatif, bangsa nini, aki-aki di-irid kadieu kaluar lemur, jeung bangsa budak sagede kieu ti kp. Nunggal teh. Heu..euh Akeh ge ngiring ngomando, "sok cekeng sing beres !", heug tarempo ka dituu.., enya tidieu teh di keker Brend-brend nentreng kaditu teh, senjata berat Seten, bangsa Brend teh, nya katingal da caket teu aya aling aling tea, da teu acan aya naon-naon. "

Bersamaan dengan itu pula beliau dan keluarganya sedang berada di rumah orang tua Akeh di kp. Nunggal  di sebelah timur dari Pesantren , kemudian menyamar dengan mengganti pakaian kuli tani dan memakai topi petani (dudukuy samak, sunda) punya pekerja orang tua Akeh  serta membawa cangkul terus pergi kekebun singkong bekas tanaman tembakau sebelah timur dari rumah sambil berprilaku seperti layaknya kuli petani, sesampai di kebun langsung mencangkul "kincid weh ka kebon, gecruk ngored hehehe..(Akeh)". Bersyukur Alhamdulillah dengan cara menyamar tersebut penjahat Belanda pun tertipu dan terkecoh sehingga mereka tidak melanjutkan niatnya untuk menyerang kp. Nunggal dan kembali lagi, tidak satu pelurupun yang mereka tembakan sehingga korbanpun tidak ada.

 "Syaikhuna Badruzzaman  aya di Kp. Nunggal sareng pun Bapak nuju ngored dina kebon sampeu, ceuk akeh tea mah heu-euh, hehehehe.. heuu... nganggo panganggo eta weh tukang kuli... , nganggo dudukuy samak, nyandak pacul, kincid weh ka kebon, gecruk ngored hehehe.... sareng pun Bapak,  Akeh anu didieu, atuh tempokeun we barudak di jajarkeun, bangsa sepuh, keker weeeh ku Belanda tidieu teh, meureun ceuk maranehanana teh " Ahhh... masyarakat geemel,  bangsa jelata, ge..mel, bangsa buta huruf iyeu mah !", heu-euh da caket atuh, heu.. da ari Brend sareng Seten tiditu teh netral katingal jelas pisan. Keun cekeng lillaahi ta-ala, li-i'la kalimatillah, heueuh da Syaikhuna Badruzzaman  dikebon teh syareaatna !, padahal mah langsung kanu kawasa nga-du'a."

Setelah situasi dianggap aman Akeh-pun mengecek ke kp. Cimencek dan disitu dikabarkan tentara Belanda sudah meninggalkan kampung tersebut "Enggeus baralik deui kabeh !" kata orang kampung, kemudian Akeh segera kembali ke Kampung Nunggal dan ditanya oleh beliau :"Enggeus euweuh Jang Di ?", "Atos aman kulan, tos teu aya, kalabur !", "Nyaa Al-hamdulillah !" (Sudah pergi Jang Di? tuturnya, sudah aman Eyang !, sudah pergi !, kabur !, Alhamdulillah), setelah itu beliau masuk ke kamar mandi dan mengganti pakain yang dipakai untuk menyamar tersebut.

"Didieu ge pun bapak, nyakitu wee ta'diman ka Syaikhuna Badruzzaman  diditu wee teu kamana mana, kalah nenangkeun Akeh sadayaaana, teu hayang make ngejat, upami dongkap serangan itu-iyeu, teu hoyongeun ngejat" (orang tua akeh tidak pergi kemana-mana walaupun ada serangan karena cintanya kepada Syaikhuna Badruzzaman ).

Waktu itu masyarakat yang ikut mengungsi ke kp. Nunggal  cukup banyak hampir semua keluarga Syaikhuna Badruzzaman  sedang berada disana termasuk Ma Halimah (istri), Ma Ihat (istri) beserta putra-putrinya seperti Neng Mimi yang di Pasirwangi serta Neng Omah dilahirkan di kampung ini. Ada juga dari kampung lain seperti dari kp. Cimurugul keturunan Bah Suria Mi Enoh, menantu polisi lalu lintas Didi yang di Jayaraga, Ibu H. Eha yang punya toko optical kaca mata, Ibu Iya dan yang lainnya semuanya sedang berada di kp. Nunggal. Adapun Mama Eyang H Faqih dan Ma Nini (Ma Encum) beliau berada di kp. Al-Falah Biru tidak mengungsi. (EndOfKishah)


4. Selayang Pandang Pesantren Al-Falah - Biru
Artikel diambil dari:
-          Direktori Pesantren yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Agama Islam Jakarta - 2006
-          Editorial : Disadur dan disempurnakan oleh A. Tajul Arifin, ST, Garut

I.                   Sejarah Keberadaan Pesantren Biru dan Al-Falah

Pondok Pesantren Al-Falah Biru adalah generasi penerus pertama Pesantren Biru, sehingga terkenal di kalangan masyarakat Islam adalah Pesantren Biru atau Biru. Biru didirikan tahun 1749 oleh Embah Pengulu (Embah Kyai Akmaluddin) penghulu Timbanganten/Garut dan menantunya Raden Kyai Fakaruddin keturunan ke-11 dari Sunan Gunung Djati (Syaikh Syarif Hidayatulloh, Raja Cirebon) dan keturunan ke-11 dari Prabu Siliwangi (Raja Pajajaran).

Kampung Biru merupakan daerah yang bersejarah baik di kalangan Islam maupun Nasional, sebab menghasilkan banyak sejarah dan peran yang penting dari sebelum masa penjajahan Belanda sampai kemerdekaan Presiden Soekarno, serta Biru merupakan pedoman sejarah keturunan (silsilah), ke-ulamaan dan ke-radenan di daerah Garut.

Ulama yang memimpin dan mengelola Pesantren Biru adalah:
1. Embah Kyai Akmaluddin dan Embah Kyai Fakkaruddin
2. Embah Ajengan Abdulrosyid
3. Embah Kyai Irvan
4. Embah Kyai Abu Qo'im
5. Raden Bagus K.H. Muhammad Ro'ie (Ama Biru).

Dari generasi kepemimpinan pertama sampai terakhir Pesantren Biru mengalami masa kejayaan yang subur makmur kerta raharja (Baldatun Thoyyibatun Warobbun Ghofuur) serta terkenal di pulau jawa dan diluar jawa, oleh karena itu maka kampung Biru mngalami harkat martabat kebesaran dan kemuliaan di kalangan Nasional, serta di hargai oleh masyarakat dan pemerintah Belanda, sehingga pada masa pimpinan Embah Ajengan Abdulrosyid Biru dimerdekakan oleh kaum Penjajah Belanda dan sampai pada generasi kelima Biru sebagai pusat Agama Islam di daerah Garut.

Setelah masa Raden Bagus K.H. Muhammad Ro'ie berakhir, maka Pesantren Biru di pindahkan ke kampung Thoriq Kolot kemudian dirubah nama menjadi "Al-Falah" yang dipimpin oleh putranya yang bernama Raden KH. Asnawi Muhammad Faqieh (Bani-Faqieh) dan cucunya Syaikhuna Badruzzaman. Pada masa ini Pesantren Al-Falah Biru mengalami banyak rintangan baik dari penjajah, Umat Islam ataupun pengaruh para politikus di Indonesia.

Ulama yang memimpin dan mengelola Pesantren Al-Falah Biru adalah:
  1. Raden KH. Asnawi Muhammad Faqieh
  2. Syaikhuna Badruzzaman
  3. R. KH. Bahruddin

Pada tahun 1933-1938 M. Raden KH. Asnawi Muhammad Faqieh dan putranya Syaikhuna Badruzzaman mengungsi dari kampung Al-Falah, untuk menyebarkan agama Islam di daerah Kab. Tasik yaitu Taraju/Indularang yang masih menganut agama Hindu yang kebetulan di daerah Garut sedang terjadi fitnah "Perintah Suntik" dari penjajah Belanda. Sepulang dari pengungsian pengajian dibuka lagi, pada waktu itu Pesantren Al-Falah Biru mempunyai puluhan ribu murid  bahkan pada pada masa penjajahan Jepang berjumlah ratusan ribu murid sehingga Jepang menyebutnya "Maha Raja" kepada KH Faqieh yang dibantu oleh putranya Syaikhuna Badruzzaman, karena Jepang melihat kehebatan pengaruhnya melebihi yang lainnya.

II.                P o l i t i k

Perpolitikan di kampung Biru telah tercatat sejak tahun 1914, yang dimulai oleh KH. Muhammad Soleh putra Ama Biru yang ikut bergabung dengan SI (Syarikat Islam) pimpinan H. Oemar Said Cokro Aminoto, pada saat itu Biru berani terang-terangan ingin merdeka, dan mengajak kepada orang lain, menentang dan mengejek pemerintah Belanda dimuka umum yaitu:
1.      Melarang mengagungkan dan mendoakan bupati dalam khutbah.
2.      Menyalahkan bupati dan berani berkata "caduk" kepada bupati dimuka umum.
3.      Mengejek pemerintahan Belanda dimuka umum.
4.      Melarang menyembah, sebab pada waktu itu diharuskan manut-manut (menyembah) kepada para menak/ningrat.

Lagu kebangsaanya adalah:
Indones-Indones merdeka-merdeka tanah-ku negriku yang ku cinta 2x
Indones-Indones mulia-mulia hiduplah Islam Indonesia.

Pada periode kepemimpinan Syaikhuna Badruzzaman yaitu tahun 1942 dimasa penjajahan Jepang dan Agresi Belanda II beliau mendirikan pasukan Hizbulloh kemudian Hizbulloh Fisabilillah yang lebih besar lagi untuk mengusir dan melawan penjajah sehingga berhasil mematahkan dan menggempur sebagian di wilayah Garut, Bandung dan Jogya (Madiun), maka pada waktu itu Al-Falah Biru terkenal ditingkat Nasional (terkenalnya "Biru") baik di dalam ilmu ke-pesantrenan ataupun kegagahan serta keberaniannya dalam berperang dengan penjajah untuk membela umat Islam dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (1942-1949). Maka pada masa kemerdekaan Biru cukup dihormati dan disegani oleh pemerintahan Presiden Soekarno dan masyarakat umum.

III. Mundurnya Pengaruh Biru (Al-Falah Biru)

  1. Mundurnya pengaruh Al-Falah Biru disebabkan adanya politik DI/TII pimpinan Karto Suwiryo yang banyak merugikan Umat Islam  yang mengorbankan jutaan jiwa di seluruh Indonesia maka pada tahun 1950 Syaikhuna Badruzzaman mengungsi ke Majenang Jawa Tengah kemudian ke Arab Saudi dengan bantuan Muhammad Natsir tokoh Partai Masyumi dan kembali lagi tahun 1960, kemudian membangun lagi Pesantren Al-Falah Biru sejak itu pesantren tidak ramai seperti sebelum ditinggalkan.
  2. Yang kedua adalah adanya politik Muhammadiyyah memasukkan pengaruhnya kepada Syaikhuna Badruzzaman walaupun pada akhirnya beliau bersikap netral terhadap partai-partai politik yang ada.
  3. Pengaruh kejahatan politik partai komunis (PKI) di Republik Indonesia yang memusuhi umat beragama khususnya agama Islam juga merugikan umat Islam, banyaknya ulama-ulama, kyai-kyai, dan pembela agama Islam yang dibunuh dengan kejam yang tidak berpri-kemanusiaan termasuk Syaikhuna Badruzzaman pun diancamnya akan dibunuh.

Walaupun banyak cobaan dan rintangan dari waktu kewaktu, pengaruh kebesaran Biru masih membekas dimata para murid dan yang menyaksikan dimasa kejayaannya sampai saat ini (tahun 2006 M), seperti semakain banyaknya orang yang mengikuti amalan Thoriqot-Tijaaniyyah yang dahulunya di pimpin oleh Syaikhuna Badruzzaman di tahun 1935 M.


DAFTAR PUSTAKA
-      Keluarga Besar Bani-Faqieh Al-falah Biru Garut dalam bentuk tulisan dan lisan (Ibu R. Hj. Aisyah(Ma Icah), Alm. Drs K.R A.M. Suruur, R. Hj. Neneng, KH. R. Mamad, Drs K.R. Dede,  DR. ENG. KH. R. Muchlis Badruzzaman, DEA, H. R. Sambas, DR. KH R. Ikyan Sibawaeh.
-      Alm. Bapak KH. R. Imam Abdussalam, Bandung. Buku Sejarah tidak berjudul berisi: Sejarah Islam.
-      Bapak KH. R. Aceng Aan, Garut, Mantan Perwira TNI (Nara Sumber pengambilan data Sisilah Bani-Faqieh Al-Falah Biru).
-      Bapak Ahmad (usia 117 di tahun-2007), Al-Falah Biru, Cerita lisan sebagai saksi mata pada masa hidup Ama Biru (Raden Bagus Kyai Haji Muhammad Ro'i).
-      Dr. H. Dadan Wildan, M. Muh, 2003. Sunan Gunung Djati Antara Fiksi dan Fakta, Pembumian Islam Dengan Pendekatan Struktural dan Kultural.
-      H. Lawrens Rasyidi, 1995. Kisah dan Ajaran Wali Songo, Para Penyebar Agama Islam Ditanah Jawa.
-      Bapak Ust Ateng murid Syaikuna Badruzzaman.
-      Bapak Sersan Mayor H. Gholib (82 Tahun, Mantan Hizbulloh).
-      Bapak H. Idi (93 Tahun, Mantan Hizbulloh).
-      Bapak AIPDA Didi Maskadi (77 Tahun, Mantan Hizbulloh, dan Polisi Garut).
-      Bapak Haji Engking Putra Bapak Hijaz Alm. Mantan Hizbulloh.
-      Artikel-artikel yang dimuat di media internet.
-      Artikel-artikel dari berbagai media tulis di Jakarta.
-      Artikel Direktori Pesantren yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Agama Islam Jakarta - 2006
-      Intelektualisme Pesantren, Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Keemasan Pesantren, Editor : Mastuki HS dan M. Ishom El-Saha, Penerbit Diva Pustaka Jakarta, Cetakan Pertama Juni 2003
-      Tarekat and tarekat teachers in Madurese society, Martin van Bruinessen, http://www.let.uu.nl/~martin.vanbruinessen/personal/publications/index.html
-      Bapak Ganda (77 tahun) mantan DPRD dan Hizbulloh
-      Cerita-cerita lisan, tulisan dari murid-murid KH Badruzzaman

(Jakarta, Rabu 03 Oktober 2007)
Salam hurmat dari Penulis A Tajul Arifin - Garut, arifintajul@gmail.com



Jumat, 01 Juni 2012

Kita Harus Bangga Terhadap TNI akan tetapi Jangan Melupakan kepada yang membesarkannya, kepada gurunya, kepada suhunya dan kepada Induknya..

Kita Harus Bangga Terhadap TNI akan tetapi Jangan Melupakan kepada yang membesarkannya, kepada gurunya, kepada suhunya dan kepada Induknya..
 
DIRGAHAYU TNI YANG KE 67 – 05 OKTOBER 2012
 
clip_image001
clip_image002
DR. Dows Decker mengatakan “Jika tidak karena sikap dan semangat perjuangan para ulama, sudah lama patriotisme dikalangan bangsa kita mengalami kemusnahan” (Buku Api Sejarah, Prof. DR. Ahmad Mansur Suyanegara, dikutif dua kali hal. 380 dan 557).
 

Sekilas Sejarah Syaikhuna Badruzzaman

clip_image004
Foto Asli Syaikhuna Badruzzaman

A. Ringkasan Sejarah Syaikhuna Badruzzaman
(Ringkasan ini diambil dari intisari film dokumenter hasil rekaman dari para narasumber yang terbagi menjadi 8 episode : 1. Pembukaan, 2. Jaman Belanda, 3. Jaman Jepang , 4. Jaman Belanda II, 5. Jaman DITII, 6. Jaman PKI, 7. Jaman Perjuangan, 8. Peta Perjuangan)

Cahaya keunggulan ilmu Syaikhuna Badruzzaman sudah terlihat sejak usia muda baik di Indonesia maupun Internasional beliau yang sering diundang untuk mengakhiri menuntaskan masalah hukum agama yang sangat sulit setelah dirembuk oleh para ulama besar lainnya yang tidak kunjung tuntas, tidak hanya bergelut dengan teori keilmuan belaka beliaupun mempraktekan ilmunya untuk merintis dan menyusun kekuatan lahir dan batin untuk mengusir para penjajah di bumi Indonesia sehingga beliau berhasil mengusir penjajah dengan baik walau tidak ada sejarahnya bambu runcing melawan senjata canggih, atas karya nyatanya yang sangat luar biasa-lah beliau di tunjuk para negarawan untuk melantik, menyumpah atau mengukuhkan presiden pertama NKRI (1950) di Istana Merdeka. 

Masa perjuangan SBZ dengan penjajah menghabiskan waktu yang tidak sebentar, beliau dicurigai, diintai, difitnah bahkan dikejar oleh pemerintahan Belanda dari sejak usia muda (1911-1950M) walaupun bukan sebagai aktifis partai politik, sehingga beliau bergrilya sambil tetap menyebarkan agama islam didaerah pengungsian seperti Majenang – Jawa Tengah, Taraju – Tasik Malaya dll, dengan sebab situasi seperti itulah beliau menginginkan kemerdekaan yang tujuan utamanya adalah tiada lain kecuali agar supaya umat islam bisa beribadah dengan tenang. 

Indones-Indones merdeka-merdeka tanah-ku negriku yang ku cinta 2x
Indones-Indones mulia-mulia hiduplah Islam Indonesia.[1]
(Lagu kebangsaan yang dikumandangkan orang Biru tahun 1914 dijaman HOS Cokroaminoto)

Seandainya pada jaman penjajahan (1942-1945M) Jepang diceritakan kepada generasi muda tidak-lah mereka akan percaya, dimasa itu rakyat Indonesia seolah-olah ditelanjang, kelaparan dimana-mana, makanan susah didapat, celana karet, baju karung dan kadut, perut busung, raga tinggal tulang, bantal-kasur sampah dan rumput, begitulah yang bisa digambarkan oleh saksi hidup dijaman Jepang, sehingga SBZ menyindir kepada muridnya “Mana rasa syukurmu terhadap tuhan yang telah memberikan kemerdekaan ?, dijaman Jepang kita ditelanjang sekarang pakaian asal kepakai !, mau seperti apa kelakuan-mu ?“
Perjuangan Bangsa Indonesia belum cukup hanya dengan memproklamirkan kemerdekaanya saja (1945M) akan tetapi masih adalagi tantangan yang harus dihadapi yaitu penjajah Belanda yang belum puas atas kemerdekaan Indonesia, sehingga para pejuang harus bersikeras dan bekerja lebih keras lagi untuk mempertahankan kemerdekaan-nya sehingga tidak terelakan bayarannya adalah cucuran darah, keringat dan air mata yang tidak sedikit hampir-hampir perjuanganya kandas diujung tanduk dan diserahkan kembali kepada penjajah atas ketidak berdayaan bangsa ini pada saat itu. 

Dalam situasi seperti ini beliau SBZ ikut ambil bagian dengan mengerahkan besar-besaran segala kekuatan lahir dan batin, pikiran dan perasaan, ilmu lahir dan goib, materil dan spiritual, tidak hanya berjuang sendirian beliaupun ikut menggembleng, memotivasi, menguatkan, menjamin keselamatan dan keaman, bahkan berani membiayai dengan harta dan kekayaanya untuk ongkos kebutuhan akomodasi, transportasi dan logistik bagi para pejuang secara terus-menerus sehingga terbentuklah Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1950 NKRI. 

Dalam kondisi serba keterpurukan dan ketidak-berdayaan saat itu para perintis kemerdekaan bersikukuh tetap ingin merdeka kendatipun secara hitung-hitungan dan kenyataanya tidak masuk akal bisa melawan tentara Belanda yang kuat persenjataanya dilawan dengan bambu-runcing, sehingga terbentuklah gagasan politik permainan perang saudara antara tentara islam (DITII) dan tentara nasional (TNI) dengan kontrak kerja 15 tahun (1947-1962M) dengan tujuan utamanya adalah agar Indonesia tidak diambil alih kembali oleh asing baik Belanda, sekutu atau lainnya. 

Pada permulaanya SBZ dan prajuritnya menggabungkan diri dengan DITII pimpinan Kartosuwiryo di gunung, akan tetapi lama-kelamaan prajurit Kartosuwiryo memperlihatkan gejala yang tidak beres ditambah dengan disusupinya anggota PKI dari Madiun (1948M), rumah dibakar, harta rakyat dirampok, orang yang solat di tembak, ulama di sembelih dan terjadilah kekacauan di masyarakat, sehingga SBZ marah dan tidak setuju kepada tindakan Kartosuwiryo dan menarik diri dari gunung dan prajuritnya-pun disuruh untuk ikut hijrah ke Jogya bersama TNI. Dari sinilah SBZ diancam oleh DITII, PKI, TNI dan Belanda yang kemudian hijrah ke Arab Saudi untuk menghindari fitnah dan ancaman dari gerombolan DITII serta PKI dimana SBZ yang suka membunuh padahal jauh dari sangkaan itu. 

Keberadaan ideologi atau faham aliran PKI di Indonesia selalu berujung pada pertumpahan darah dengan cara yang keji, kejam dan tidak mempunyai rasa kemanusiaan yang sasarannya untuk menghabisi para agamawan dan simpatisannya terlebih dari kalangan agama islam, perjuangan PKI dimulai dari pemberontakan PKI Madiun, DITII-PKI dan berujung dengan gerakan G30SPKI, sehingga tidaklah pantas memberikan peluang kembali atas munculnya ideologi tersebut mengingat mayoritas agama bangsa Indonesia 90 persen menganut kepercayaan agama Islam dan tindakannya tidak berprikemanusiaan. 

Peran SBZ dalam menumpas PKI adalah beliau mengirimkan prajurit Hizbullohnya ke Madiun bersama TNI Siliwangi untuk mengamankan pemberontakan PKI di Madiun 1948M, tidak cukup sampai disitu beliau-pun ikut menggagalkan terbongkarnya G30SPKI (1965M) walaupun kondisi saat itu PKI sudah menguasai partai-partai politik, organisasi-organisasi termasuk petani dan buruh pabrik di seluruh Indonesia. Jauh-jauh sebelum terjadi G30SPKI beliau sudah mengetahuinya dan segera menyebarkan do’a kepada muridnya, mempraktikan ilmu kewalianya untuk menghindari banjir darah di kalangan rakyat yang tidak berdosa sehingga gagal-lah kudeta PKI. Atas terbongkarnya G30SPKI ini maka yang diuntungkan adalah kolonel Soeharto bukan berarti beliau sebagai pelaku utamanya. 

Banyak para sejarawan dan TNI yang meragukan dan tidak mempercayai atas perjuangan para ulama, mana bukti senjatanya kalau memang sebagai pejuang, siapa saksinya, dengan senjata apa berjuangnya, padahal tidak bisa dipungkiri bahwa kita bangsa Indonesia berjuang ingin merdeka hanya bermodalkan tenaga dalam yang dibumbui dengan bambu-runcing, keris, ketepel, bebedogan tidak lebih dan tidak kurang itulah jati diri sejarah kemerdekaan Indonesia yang asli, kita akui saat itu tak satupun kita punya pesawat tempur, tank baja, panser, brand, stand, kanon. Tidak masuk di akal sehat bambu-runcing bisa mengalahkan pesawat tempur ataupun brand kecuali dengan dicampur dengan tenaga goib, dan ulama-lah yang mengisinya termasuk SBZ yang prajuritnya mampu mengungguli prajurit lainya yang membawa senjata dan itu nyata adanya sehingga akhirnya menjadi TNI yang gagah dan mempunyai senjata seperti hari ini.
 
Peta perjalanan perjuangan SBZ cukup panjang tidak hanya di lokal Garut, beliau menghindar dan bergrilya kelebih 20 lokasi, Garut, Tasikmalaya, Majenang, Bandung, Padalarang, Jakarta, Sumatra sampai ke Saudi Arabia dengan musuh utamanya Belanda, DITII dan TNI-PKI. 

B. Riwayat pendidikan, keagamaan dan perjuangan Syaikhuna Badruzzaman
1. Riwayat Pendidikan :
a. Tidak pernah mengalami sekolah pendidikan formal (pendidikan dasar, menengah, atas dan tinggi)
b. Guru-Guru Pendidikan Agama di Jawa Barat (K. Raden Qurtubi-Garut, K. Sobandi-Tasik dll) [2]
c. Guru di Jawa Timur (K. Hasyim – Pesantren Tebuireng-Jombang) [3]
d. Guru di Arab-Saudi (Syeikh Moh. Said, Syeikh Umar Badjunaed dll) [4]
2. Riwayat Keagamaan :
  1. Sehari-hari mengajar santri di Pondok Pesantren Al-Falah Biru [5]
  2. Tokoh Torekat Tijani Jawa Barat dari tahun 1935 [6]
  3. Sering memimpin permusyawaratan para alim ulama di Kab. Garut [7]
  4. Mempunyai banyak murid dari kalangan ulama dan umum di daerah Jawa Barat [8]
3. Riwayat Perjuangan Agama dan Bangsa serta Serta Kepedulian Sosial:
  1. Pada Jaman Penjajahan Belanda pernah ditahan karena dicurigai atas pesatnya perkembangan pengikut Tarekat Tijani (1935). [9]
  2. Pimpinan Hizbulloh dan Sabilillah untuk mengusir penjajah Jepang-Belanda (1942-1948) dengan mempunyai pasukan 300 orang yang dikirim ke Bandung dan Hijrah ke Jogya-Jawa Tengah dll, yang menjadi syahid/korban 1 orang dan lainnya semua selamat dan menang. [10]
  3. Menyediakan area lapangan untuk pelatihan perang para pejuang di ladang sawahnya untuk persiapan melawan Jepang dan Belanda.[11]
  4. Melantik dan menyumpah Presiden RI Pertama (Ir. Soekarno) tahun 1950. [12]
  5. Memberikan biaya perjuangan kepada para pejuang dengan harta bendanya.[13]
  6. Peduli kepada masyarakat yang kelaparan dijaman Jepang dengan menjual tanahnya untuk membeli makanan gaplek.[14]
  7. Anggota Pimpinan Syariah Nahdlatul Ulama (Partai NU) Cabang Garut. [15]
  8. Tokoh dan Alim Ulama yang berperan dalam pembentukan Majelis Ulama (MU) pada Konferensi Lembang sebagai Wakil Ketua Kehormatan II  pada tanggal 22 Agustus 1958 (arsip MUI Jabar). [16]
  9. Mendirikan Organisasi Al-Muwafaqoh sebagai wadah penyalur aspirasi umat Islam untuk mengusir penjajah Belanda (arsip MUI Jabar). [17]
  10. Bersama KH. Ahmad Sanusi (Sukabumi) mendirikan Persatuan Ulama tahun 1931 (Al-Ittihadiyatul Islamiyah (AII)), untuk mengikat Ulama dalam satu wadah (arsip MUI Jabar). [18]
  11. Anggota Majlis Syura di Partai Masyumi dan kemudian aktif di PSII sebagai Ketua Masywi (Majelis Syar'i wal Ibadat) wilayah Jawa Barat (arsip MUI Jabar). [19]
  12. Tahun 1967 M masuk Partai PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) duduk sebagai Majlis Tahkim (arsip MUI Jabar) dan dari sumber lain beliau sebagai pelopor/pendiri partai ini. [20]
  13. Sering berhubungan dengan Muhamad Natsir (Pahlawan Naasional), KH. Isa Ansori (Pahlawan Nasional) sebagai murid beliau. [21]
  14. Sering dikabarkan oleh keluarganya menghadiri konfrensi-konfrensi kenegaraan seperti Jogya dll. [22]
clip_image006
Bapak Ahmad (kiri) berusia 115 tahun pada Juli 2005, saksi mata masa Mama Eyang Roie (Ama Biru) dan Masa Perjuangan Hizbulloh Garut, Bapak KH. R. Muhammad (Kanan) saksi mata Syaikhuna Badruzzaman ketika di Jakarta Bukit Duri yang sering didatangi Muhammad Natsir untuk mengaji kepada SBZ dan ketika SBZ diundang oleh Pak Sukarno yang dijemput Oleh M. Natsir pukul 7 pagi ke istana Merdeka untuk meminta SBZ sebagai Hakim Agung Indonesia pertama, SBZ pada waktu itu memakai baju dan celana putih tidak sepeti biasanya memakai sarung.pada keseharianya.
clip_image008
clip_image010
Tujuh pokok riwayat hidup SBZ yang ditulis sendiri ditujukan kepada mentri Agama RI dan Prof. DR. H. Abu Bakar Atjeh tahun 1963, disurat itu bahwa beliau pernah ditahan Belanda dan dijaman revolusi beliau memimpin Hizbulloh dan Sabilillah.

[1] . Sejarah Islam yang ditulis KH Aceng Imam Abdussalam Bandung, dengan tulisan arab pegon
[2] Berkas Arsip dari KH Sidiq Bogor tentang surat SBZ mengenai : Surat Permohonan Penghapusan dan Ralat Nama KH Badruzzaman Pada Majalah Penuntun kepada Mentri Agama RI tahun 1963 dan Prof. Abu Bakar Aceh, karena isinya fitnahan ajaran SBZ dianggap gerakan kebatinan dan tidak berazas, namanya Tijan bukan Torekat Tijani. Dalam surat itu SBZ menjelaskan ajaranya dan bersedia untuk dites dan diperiksa oleh Tokoh dan Ulama Besar seluruh Indonesia. Dan diceritakan pula riwayat singkat SBZ mulai belajar mengaji dari orang tuanya sampai ke arab saudi, riwayat kepartaian islam dan riwayat jaman revolusi sebagai pimpinan Hizbulloh/Sabilillah, tembusan dilampirkan kepada lebih dari 20 kantor resmi di Indonesia.
[3] Sumber sama dengan diatas.
[4] Sama
[5] Sama
[6] Sama
[7] Sama
[8] Sama
[9] Sama
[10] Cerita lisan Bapak Ahmad.
[11] Cerita lisan dikabarkan oleh Bapak Ahmad, Ibu. Hj Aisyah adik kandung, Bapak Iri, Bapak AIPDA Didi Kusnadi dll. “Sawah kersa yang 300 tumbak dipakai untuk latihan perang terus dikeringkan, dibuat lobang-lobang untuk kholwat.., Dulu itu kan sawah Ajengan Badruzzaman di pakai latihan perang, dilatihnya oleh Tentara Jepang Abubakar, ditugas oleh Syaikhuna..”
[12] Informasi dari Bapak Kosasih dari Yayasan Pejuang 45, KH Mamad murid SBZ bahwa disumpahnya Presiden Sukarno dengan Al-Quran, tambahan dari KH Mamad bahwa SBZ melantiknya dengan Syeikh Ustman Dhomiri (berdampingan)
[13] Cerita lisan dari Bapak AIPDA Didi Kusnadi bahwa ayahnya Bapak E. Adisastra sebagai lurah ditahun 48 diberi kendaraan delman untuk mengurus masyarakat.
Cerita lisan dari Ibu Hj Karomah bahwa Ibu Halimah istri SBZ mengabarkan waktu jaman perjuangan mertua SBZ sering memberi tanah atau uang dan kemudian oleh SBZ langsung digunakan untuk biaya perjuangan, dan kalau harta beliau dulu tidak dipakai berjuang sudah tentu banyak kekayaanya.
Cerita lisan dari Bapak Kosasih dari Yayasan Pejuang 45, bahwa SBZ berjuang tidak seperti KH Yusuf Tauziri, akan tetapi beliau sebagai pemasok logidtik pula, pakaian pun geblogan. Dll.
[14] Ditulis dalam Buku Intelektualisme di Jaman Era Keemasan Pesantren, disitu disebutkan SBZ adalah sosok yang tidak tegaan sehingga rela menjual sebagaian tanahnya untuk ditukarkan dengan gaplek untuk masyarakat sekitar yang kelaparan dijaman Jepang.
[15] Sumber sama dengan surat kepada KH Sidiq
[16] Sumber dari website MUI Jabar, tentang naskah Sejarah MUI Jabar, SBZ sebagai Ketau Kehormatan II.
[17] Sumber sama dari website MUI Jabar dan diperkuat oleh informasi dari Bpak Zaki Yamani Bogor putra KH Sidiq rekan SBZ.
[18] Informasi dari Website MUI Jabar diperkuat cerita lisan dari Bapak Zaki.
[19] Informasi dari Website MUI Jabar
[20] Informasi dari Website MUI Jabar dan dari Drs KH Asep Samarang – Garut.
[21] Informasi dari para murid dan anak saudara SBZ, Ibu Hj Aisyah adik, KH Mamad keponakan dll
[22] Cerita Lisan dari Ibu Hj Aisyah, dari Ibu Hj Neneng istri yang bertempat tinggal di Bukit Duri Jakarta.






















































Buku Sejarah Syaikhuna Badruzzaman tersedia untuk Anda miliki sebagai referensi sejarah lokal dan nasional


Assalamualaikum Wr. Wb.

Sebelumnya saya sebagai penulis dan peneliti Sejarah Syaikhuna Badruzzaman berterima kasih kepada para pembaca yang tertarik atas artikel ini karena hari demi hari blog saya ini semakin meningkat dikunjungi para pengguna internet dan sampai bulan ini Mei 2012 sudah mencapai 632 kunjungan dari sejak Oktober 2007 yang tidak saya duga sebelumnya. 

Dan untuk itu tidak lupa pula saya ucapan terma kasih kepada pendukung pempublikasian sejarah Syaikhuna Badruzzaman, khususnya kepada Prof. DR. Nina Herlina Lubis, M,S. dan DR. Mumuh Muhsin Zakaria, M. Hum. (Sejarawan Jawa Barat) serta kepada yang telah berkontribusi pada penelitian dan penulisan sejarah ini yang tidak bisa saya tuliskan satu persatu.

Sampai hari ini saya telah menghabiskan waktu, biaya, pikiran dan tenaga untuk penelitian sejarah ini yang dimulai sejak tahun 2001-2012, sehingga banyak sekali sejarah Syaikhuna Badruzzaman yang belum saya tuangkan kedalam tulisan berhubung keterbatasan biaya dan pendukung lainnya yang sangat terbatas oleh karena itu saya menawarkan kepada para pembaca untuk membeli buku yang sudah saya tulis untuk biaya operasional penelitian dan penulisan serta pengembangan sejarah ini lebih lanjut.

Adapun Buku dan CD Film Dokumenter yang sudah saya susun adalah :
1. Buku Sejarah Biru dan Hizbulloh (Masih Bahasa Dua Bahasa Indonesia dan Sunda), karya A. Tajul Arifin ST. (74 hal, Harga Rp. 30.000,-)
2. Buku Sejarah Singkat Tanjung Singuru, karya A. Tajul Arifin ST. (10 hal, Harga Rp. 20.000,-)
3. Buku Sejarah Perjuangan Syaikhuna Badruzzaman, karya A. Tajul Arifin ST. (264 hal, Harga Rp. 50.000,-)
4. Buku Sejarah Syaikhuna Badruzzaman Seorang Ulama dan Pejuang, karya KH. Oman Abdurrahman dan A. Tajul Arifin ST. Editor DR. Mumuh Muhsin Zakaria, M. Hum. (20 hal, Harga Rp. 25.000,-)
5. CD Film Dokumenter Sejarah Perjuangan Syaikhuna Badruzzaman (2 CD, 120 menit, Harga Rp. 40.000,-)
6. Buku Sejarah Islam dengan huruf arab pegon (Sejarah Dunia, Indonesia, Jawa Barat sampai Pesantren Biru, lengkap dengan silsilah keturunan bisa sebagai referensi para bangsawan jawa dan jawa barat bahkan indonesia seperti Aceh, silsilah kerajaan), karya Alm. KH.  Aceng Imam Abdussalam, Bandung. (Tulisan agak buram tapi masih bisa dibaca, Harga Rp. 50.000,-)

Harga bisa dinegosiasi dan belum termasuk Ongkos kirim, Bagi yang berminat hubungi di email : arifintajul@gmail.com.


Wassalam
Terima Kasih
A. Tajul Arifin
Jakarta Mei 2012

Donasi dengan isi pulsa : simpati : 081288254951, three : 08998329172